Kita tahu, kalau Archimedes
menyimpulkan teori hukum beratnya saat ia tengah mandi lalu berteriak eureka untuk merayakannya dan Isaac Newton menabalkan hukum grativitasi kala ia
melihat sebuah buah apel terjatuh. Hasil kesimpulan kedua ilmuan ini kemudian
menjadi acuan bagi ilmuan lainnya untuk meghasilkan teori pengetahuan
baru.
Lalu
bagaimana dengan kita, yang sejak umur 5 tahun sudah diajak menggunakan otak
kiri untuk mengenal warna, menghafal doa, dan tembang di bangku TK, kemudian
belajar berhitung dan membaca di kelas satu SD, lalu menghafal nama pahlawan di
tingkat SMP, di SMA kita lebih dipaksa lagi untuk belajar rumus Matematika,
Fisika dan lain sebagainya. Dan
akhirnya, jika orang tua kita cukup uang. Maka kita akan mendaftar pada sebuah
perguruan tinggi untuk memilih jurusan yang kira-kira bisa dijadikan tolak ukur
keberhasilan untuk kehidupan selanjutnya, paling
tidak kita berharap mendapat kerja yang layak.
Saya
jadi teringat potongan lirik tembang Kenyataan
dalam Dunia Fantasi yang didendangkan The Rock featuring Koil. “Di negara ini kita hidup dan bekerja, di negara ini bersemilah cintamu
yang abadi…”,
potongan
lirik tersebut benar, saya menafsirkan kalau makna kalimat itu adalah sebuah
gambaran perjuangan hidup anak manusia yang terdaftar di republik ini. Untuk hidup kita harus
bekerja dan dengan kerja keras kita akan berhasil. Sialnya, hal itu cuma ada dalam dunia
fantasi. Karena kerja keras yang tekun ditambah dengan semangat penuh cinta
telah dilakukan oleh para petani, nelayan dan rakyat jelata sejak dahulu. Tetapi, kehidupan mereka
biasa-biasa saja.
***
Kepingan
potongan ingatan akan terus kita dapati dalam sejumlah medium yang kita cernah
setiap hari, mulai dari iklan sebuah produk, lirik dalam tembang, atau pajangan
baliho para kandidat yang biasanya marak menjelang pemilihan.
Dalam
sebuah masyarakat, sebenarnya apa yang salah, apakah individunya ataukah masyarakatnya.
Lalu, metode
apa yang harus ditempuh
dalam memperbaiki tatanan masyarakat atau tiap individu. Setiap disiplin ilmu,
masalah perubahan memiliki rumusannya masing-masing. Terkait masalah perubahan
kehidupan bermasyarakat telah kita jumpai melalui data sejarah yang bisa kita
saksikan dalam buku yang telah ditulis oleh para penulis yang mumpuni di bidangnya.
Di negeri
ini, sederhananya,
metode perubahan masyarakat dilalui
dengan sebuah pemilihan umum. Dari
pemimpin negara yang terpilih kemudian membiaskan tatanan masyarakat dalam
bentuk kebijakan yang diterapkannya. Jadi, kalau kita menerima determinisme
sistem ini, maka perubahan masyarakat akan berubah tiap lima tahun sekali.
Apakah
memang benar demikian? Ataukah ada metode perubahan yang lain? Lalu apakah individu
tidak memiliki kuasa untuk memercikkan api kecil perubahan dalam masyarakat di sekelilingnya?
Lalu apa pula kontribusi dari sistemasi pelajaran di sekolah yang telah
dijalani oleh mereka yang punya kesempatan untuk itu?
Pemetaannya
adalah, mesti
dilihat sejumlah permasalahan yang ada dan pengkategoriannya sebelum merumuskan
sebuah solusi. Jika ada seseorang yang tidak memiliki uang, jalan sederhannya, ia
mesti bekerja untuk mendapatkan upah. Tetapi, bila ia tak bisa bekerja akibat
kondisi yang tidak memungkinkan. Misalnya tidak ada pekerjaan yang bisa ia masuki
karena terbatasnya lamaran pekerjaan, maka ia mestilah memikirkan solusi
kreatifnya untuk berwirausaha sesuai dengan bidang yang bisa ia kerjakan. Pada
posisi ini, masalah yang demikian masihlah masalah individu. Namun, bila individu yang seperti
ini jumlahnya sangat banyak, maka sudah menjadi masalah sosial.
Dibutuhkan
terapi sosial dari kebijakan penyelenggara negara untuk mengantisipasi semakin
membludaknya masalah sosial tersebut. Karena kesarjanaan yang mulanya
diharapkan sebagai terapi individu bukanlah jaminan pasti dalam mengantisipasi
sejumlah masalah sosial.
Kita
dapat menghayati kembali kalau perubahan besar yang terjadi dalam sejarah
peradaban umat manusia dimulai dari yang terkecil. Karena itu, setiap individu harus
mau mengubah sikap dan karakter agar lebih siap dan tak terjebak pada narasi
perubahan dari sistem. Jalan sederhana itu saya kira bisa dimulai dari dapur, halaman
rumah, sampai pada perilaku kita berkendara. Slank mengingatkan dalam potongan
lirik Virus “Aku nggak mau menjadi iblis yang menyesatkanmu...” tetapi kita tentu mau menjadi
lentera yang meski kecil namun
bisa menjadi penerang di tengah kegelapan.
Sedikit
banyaknya gagasan perubahan yang positif yang kita sebarkan, tentunya sangat
berguna dalam menjalani kehidupan ini. Dan, semoga
gagasan kecil yang kita tebarkan setiap hari dapat berguna buat kita semua.
Bukankah Archimedes dan Isaac Newton pada mulanya juga memulai virus
perubahan melalui hal yang sederhana, sepele malah. Namun lihatlah setelahnya. Gaung
perubahan dalam sains berpangkal darinya. Tentu sebelumnya melalui proses yang
panjang. Nah, dari proses itulah bermula. Memang tidak ada yang instan, karena
itulah segalanya perlu dimuali dari sekarang, dari hal yang sederhana yang bisa
kita lakukan untuk menyuntikkan nafas perubahan.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar